Binocular Telescope

Sunday, October 22, 2006

diam barang sedetik

Lima menit lagi...

Seseorang menyeruak dari kerumunan orang yang berdiri di belakang loket masuk. Keningnya berpeluh deras setelah mengantre sekian lama dari terminal menuju loket. Dia menyandang dua tas besar di bahu kiri dan kanannya. Istri dan kedua anaknya yang masih kecil telah menunggu di balik loket. Dengan jilbab sepanjang dada warna kuning pudar yang dikenakannya, dia menyeka keringat suaminya.

Tiga menit lagi...

Dari salah satu loket sebelah barat, muncul perempuan berdada aduhai dengan jaket jeans, celana jeans ketat, topi pet, sepatu Gosh, dan gincu merah terang. Dia bersama dua orang rekannya dengan dandanan hampir mirip. Meski peluh meluntrukan bedak yang ketebalan di wajah mereka, tak ada sedih dan duka yang terpancar. Bahkan tawa mereka membahana di seluruh terminal.

Satu menit lagi...

Seorang SPG masih sibuk membagi-bagikan serbuk penyegar pengganti ion tubuh dalam bentuk sachet kepada semua orang yang keluar dar loket. Kadang, dia memaksa orang yang lewat untuk menerima dua dus kecil berisi masing-masing lima sachet. Padahal, orang yang lewat sudah menenteng dua kardus besar. Dari uara, snak-anak kecil pengelana pelabuhan mencoba meminta beberapa bungkus serbuk minuman tersebut. Namun, hanya bentakan yang diterima.

Tak ada lagi menit...

Sonora penanda habisnya petang menggema di seluruh pelabuhan. Keluarga berpeluh, tiga perempuan bergincu terang, SPG pemaksa, dan ribuan manusia lainnya di pelabuhan ini menghentikan langkahnya, berdiam barang sejenak. Serentak, mereka membuka segel botol plastik air mineral dan meneguk airnya. Begitu diam, begitu selaras, hingga senyap sesaat, hanya beberapa detik sebelum langkah-langkah penuh harapan berlanjut hingga ke atas kapal.

Diam sejenak akan terulang lagi di pulau seberang ketika mereka duduk melingkar, mengotak, setengah lingkaran, di kursi maupun menyila, dengan manusia yang telanjur sayang dengan mereka, telanjur kangen selimut hiruk-pikuk seribu teriakan dari Jawa.

Beberapa detik kemudian...

Aku berlalu dari tangga yang mengarahkan penumpang ke atas kapal. Langkah ini berteriak ingin ke dermaga empat, tempat para pengendara truk tak sempat melingkarkan kehangatan kepada kampung si sana. Pun aku...

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home