Binocular Telescope

Sunday, March 22, 2009

Surat Baru

Um..hai apa kabar...?
Kau masih ingat aku, bukan? Tolong jangan lupakan aku, karena kini aku ingin kembali. Kalau boleh aku bertanya, apa yang kau lakukan selama lebih dari setahun aku tidak pernah menyapamu?
Kau bertanya kenapa tiba-tiba aku menghampiri? Ehm, beri aku waktu untuk menjelaskan. Kemarin aku membuka blog temanku, Virgo. Dengan singkat dia menuliskan "SHE complains a lot". SHE adalah sebuah halaman celotehan anak itu. Teringatlah aku kepadamu. Hei, aku punya teropong dan teleskop yang tersimpan di antara tumpukan beban di ginjalku yang usang. Kuharap masih bisa kuseka debunya, lalu kuletakkan lagi di tempat yang damai. Begitulah, maka aku membukamu hari ini.

Benar, aku telah bercinta dengan yang lain. sebuah halaman yang seksi, yang bisa menempatkan semua rekaman visual dari balik lensaku dengan lebih menarik. Maaf, mungkin dulu aku berpikir kau tidaklah lagi menarik buatku. Tapi masih bolehkan aku menengokmu sekali-kali? Kalau kau masih tak terima, aku tak akan sering-sering menyapamu. Cukup di waktu-waktu yang akan kita sepakati. Bagaimana?

...sigh...
Kau tahu, hidupku tidak semakin baik. Aku membaca tulisan-tulisan yang kutoreh di badanmu. Aku teringat betapa dulu aku muak dengan tempat itu - kau tahu di mana itu - betapa aku ingin membuang jauh-jauh kegundahanku tentang orang-orang di sekelilingku - yang kau tahu juga siapa mereka. Aku teringat ketika hatiku lelah memikirkan itu setelah selarut itu aku baru sampai ke kosan di belakang kantor.

Kupikir aku akan menjadi manusia lebih baik saat berpijak di tempat yang begitu tinggi ini. Tempat di mana aku bisa menjadi wangi, bersih, santun, hebat, dan kuasa. Aku bertemu dengan orang-orang ambisius yang punya visi untuk memajukan negara ini. Meski ada juga yang mereka-mereka yang hanya ingin duduk santai dan menunggu berkah duit kala di luar negeri.

Tapi, hatiku meronta. Aku tidak suka di sini. Di tempat itu, aku lusuh, kusam, jelek, dan bau. Tapi aku menikmati kala debu-debu kotor Surabaya menerpa pipiku sambil kutegak es degan di pinggir jalan raya Sidoarjo. Kalau tidak ada perempuan - apalagi pria - yang mau menoleh ke arahku, pun aku tidak keberatan. Biarlah kakiku terus melangkah jauh dan terus mencari sumber kegundahan itu. Tapi ketika ku ingat lagi tentang eksistensi mereka yang begitu teguh, aku luluh, dan aku hanya sebuah kerikil yang mudah tersandung. Lalu, aku yakin, aku tidak salah....

Kau masih mendengarku, bukan? Sekarang mari aku ceritakan soal apa yang sedang aku tunggu. Yah, aku menunggu kabar dari Palmerah. Tapi...entah kenapa mereka begitu lama memutuskan. Rasa-rasanya, aku tidak akan mendapat kabar baik apa pun dari sana. Ya sudah, aku menyerah saja, dan mengabarkan tempat-tempat lain yang tertarik denganku. Aku hanya ingin kembali ke asalku, apa salah?

Ah sudah terlalu panjangkah aku menulis? Kau masih marah padaku? Yah, kau berhak melengos...tapi tolong jangan larang aku untuk menyapamu, ya...
Besok aku hendak kembali, tolong buka pintu barang sedikit. Aku mau teh hangat, tapi kalau kau masih kesal, segelas air putih juga tak apa.

-Salam-
PS: Aku mau melihat diriku lagi melalui view finder-mu....

1 Comments:

  • aku tau, menunggu itu tidak mudah.
    menunggu dan bersabar, lebih tepatnya. tapi bersabar sebenarnya tantangan yang memacu adrenalin. sensasinya melebihi naik halilintar. atau mungkin menyamai perasaan terancam karena hendak dibunuh.
    yah, itu cuma antara kamu dan dirimu, rul. semoga bagaimanapun nantinya tetap membuatmu tersenyum... hehehe

    By Blogger putik, At 1:23 AM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home