Binocular Telescope

Tuesday, March 31, 2009

Ayo Mulai!

Ah...
Kali ini saya benar-benar melemaskan tangan, menyerah, dan memulai lagi...

-Dengan mengucapkan nama-Nya yang maha pengasih lagi maha penyayang-

Friday, March 27, 2009

Sapardi-Ari-Reda

Ketika satu malam bersama puisi Sapardi dan nyanyian Reda.
Saat punggung ini hanya ingin disandarkan pada dinding tangga, atau sesekali merebahkan dagu di atas meja bundar itu.
Di satu tiang aku bersandar, menikmati Hujan Bulan Juni, setelah memotret Ari-Reda yang bernyanyi di bawah payung hitam berhujan merah.

Tuesday, March 24, 2009

Lekas-lekas

Katanya aku akan mati sangat segera. Karena badanku bergerak tanpa jiwa yang menopang. Jadi, kalau aku tidak mau mati segera, maka segera lah aku memanggil jiwa yang sedang terbang ke sudut-sudut terlupakan di Banyumas, mungkin hingga Bengkalis.

Segera sama dengan bergegas. Bergegas itu sama dengan ketika jarum panjang di jam dinding samping kiriku berada tepat di angka 12. Lalu, kau harus mematikan laptop di depan ini, mencabut sakelar, dan mengucapkan "Ittekimasu", meski yang mau kau ucapkan adalah "Sayonara". Bergegas berarti kau lekas-lekas menyiapkan ongkos untuk dua kali bus dari Cikini ke Mampang. Atau, kalau sekarang, lekas-lekas menghidupkan mesin sepeda motor.

Sama saja ketika aku harus segera mengembalikan jiwaku yang sedang mabuk cinta keparat bedebah di atas pohon. Ya, karena terlalu romantis buat jiwaku untuk bercengkrama di atas tumpukan awan putih. Awan putih itu , sependengaranku, seperti "Kasih Putih" yang dilantunkan Glenn Fredly. Nah, pada penjelasan itu lah jiwaku tak pantas menikmati awan putih. Dia hanya pantas di atas pohon. Pohon Mangga yang buahnya sudah ranum.

Karena jarum panjang sudah bergerak ke angka 1, maka aku harus segera.
Maaf, aku belum bisa menemukan di mana jiwaku....

Monday, March 23, 2009

Pulang

Dinding itu kelabu, tapi masih kulihat setitik hijau di anataranya. Seperti itu yang aku rasakan ketika semua sudah bergerak menuju semesta yang tak lagi baku. Semesta itu bukan bumi dan planet-planet lain yang berputar di tata surya. Semesta itu adalah semua sistem yang menggerakkan tubuhku, semua sistem yang membuatku melamun saat melintas Harrismith, Free State.

Ini riuh, tapi aku tidak menapak bersama mereka. Sepeti gagak yang mencengkeram pundakku. Ingin meronta, tapi tidak bisa, hingga aku diam saja. Dibawanya aku terbang, tanpa ada niat untuk melepaskanku hingga terjatuh bebas. dan si gagak terus saja membawaku berputar di tebing-tebing Harrismith.

Bangun!
Katamu aku tidak bisa bangkit, dan kamu salah! Setebal apa pun baja itu, akan aku tembus meski hidung ini akan berdarah untuk kedua kalinya.

Saatnya pulang, kisanak....

Sunday, March 22, 2009

Surat Baru

Um..hai apa kabar...?
Kau masih ingat aku, bukan? Tolong jangan lupakan aku, karena kini aku ingin kembali. Kalau boleh aku bertanya, apa yang kau lakukan selama lebih dari setahun aku tidak pernah menyapamu?
Kau bertanya kenapa tiba-tiba aku menghampiri? Ehm, beri aku waktu untuk menjelaskan. Kemarin aku membuka blog temanku, Virgo. Dengan singkat dia menuliskan "SHE complains a lot". SHE adalah sebuah halaman celotehan anak itu. Teringatlah aku kepadamu. Hei, aku punya teropong dan teleskop yang tersimpan di antara tumpukan beban di ginjalku yang usang. Kuharap masih bisa kuseka debunya, lalu kuletakkan lagi di tempat yang damai. Begitulah, maka aku membukamu hari ini.

Benar, aku telah bercinta dengan yang lain. sebuah halaman yang seksi, yang bisa menempatkan semua rekaman visual dari balik lensaku dengan lebih menarik. Maaf, mungkin dulu aku berpikir kau tidaklah lagi menarik buatku. Tapi masih bolehkan aku menengokmu sekali-kali? Kalau kau masih tak terima, aku tak akan sering-sering menyapamu. Cukup di waktu-waktu yang akan kita sepakati. Bagaimana?

...sigh...
Kau tahu, hidupku tidak semakin baik. Aku membaca tulisan-tulisan yang kutoreh di badanmu. Aku teringat betapa dulu aku muak dengan tempat itu - kau tahu di mana itu - betapa aku ingin membuang jauh-jauh kegundahanku tentang orang-orang di sekelilingku - yang kau tahu juga siapa mereka. Aku teringat ketika hatiku lelah memikirkan itu setelah selarut itu aku baru sampai ke kosan di belakang kantor.

Kupikir aku akan menjadi manusia lebih baik saat berpijak di tempat yang begitu tinggi ini. Tempat di mana aku bisa menjadi wangi, bersih, santun, hebat, dan kuasa. Aku bertemu dengan orang-orang ambisius yang punya visi untuk memajukan negara ini. Meski ada juga yang mereka-mereka yang hanya ingin duduk santai dan menunggu berkah duit kala di luar negeri.

Tapi, hatiku meronta. Aku tidak suka di sini. Di tempat itu, aku lusuh, kusam, jelek, dan bau. Tapi aku menikmati kala debu-debu kotor Surabaya menerpa pipiku sambil kutegak es degan di pinggir jalan raya Sidoarjo. Kalau tidak ada perempuan - apalagi pria - yang mau menoleh ke arahku, pun aku tidak keberatan. Biarlah kakiku terus melangkah jauh dan terus mencari sumber kegundahan itu. Tapi ketika ku ingat lagi tentang eksistensi mereka yang begitu teguh, aku luluh, dan aku hanya sebuah kerikil yang mudah tersandung. Lalu, aku yakin, aku tidak salah....

Kau masih mendengarku, bukan? Sekarang mari aku ceritakan soal apa yang sedang aku tunggu. Yah, aku menunggu kabar dari Palmerah. Tapi...entah kenapa mereka begitu lama memutuskan. Rasa-rasanya, aku tidak akan mendapat kabar baik apa pun dari sana. Ya sudah, aku menyerah saja, dan mengabarkan tempat-tempat lain yang tertarik denganku. Aku hanya ingin kembali ke asalku, apa salah?

Ah sudah terlalu panjangkah aku menulis? Kau masih marah padaku? Yah, kau berhak melengos...tapi tolong jangan larang aku untuk menyapamu, ya...
Besok aku hendak kembali, tolong buka pintu barang sedikit. Aku mau teh hangat, tapi kalau kau masih kesal, segelas air putih juga tak apa.

-Salam-
PS: Aku mau melihat diriku lagi melalui view finder-mu....